Oleh : Porwanto (Menteri Advokasi BEM KBM UNIB)
Pertama sekali ketika kita mendengar kata kampus maka yang terlintas dalam benak kita adalah disinilah dilakukan proses belajar dan mengajar yang mengajak manusia pada penggalian ilmu. Penggalian ilmu yang lebih dalam untuk melahirkan para pemikir-pemikir cerdas. Sehingga keluar manusia super power dengan kemampuan intelektualnya. Pertanyaan itu kembali terlemparkan setelah beberapa waktu akhir-akhir ini. Ternyata itu hanya bayanagan belaka bahwa hari ini kampus tidak seindah seperti apa yang perna dibayangkan. Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang besar dinegeri dilahirkan dari kampus, bagaiamana seorang Soekarno, Hatta, Natsir, dan kawan-kawan lainya mereka adalah orang-orang besar yang dilahirkan dan dibesarkan dirahim kampus. Sesungguhnya bahwa kampus diibaratkan adalah sebuah Etalase besar yang akan melahirkan para pemikir yang mempunyai kekuatan daya krirtis yang tinggi. Sehingga muncul manusia-manusia hebat yang berjiwa social tinggi dan peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup.
Teori Post modern yang pernah di kemukakan oleh seorang ilmuan Cartenesian memang betul. Bahwa perubahan adalah kepastian dan tidak bisa dihindari. Begitu juga dengan perilaku dan keinginan manusia juga bervariasi sekali. Dunia kampus akan bermetamorfosa sesuai dengan zamannya. Bagaimana hari ini kemajuan zaman sudah tidak bisa lagi dbendung. Lalu Bagaimana dengan mahasiswanya? (ayo mahasiswa Tanya dirimu) Sungguh heran jika hari ini bahwa kampus tidak ubahnya seperti Stasiun TV. Yang siap menayangkan berbagai macam tampilan acara. Bedanya dikampus sekarang tidak ubahnya seperti tempat pameran,Bazaar, Mall, Pashion Show. Yang kemudian siap menanyangkan berbagai jenis motif manusia dari zaman Baholak (Prasejarah) samapai pada zaman jenis manusia planet turun kebumi. Tontonan aneh sekrang berlaku gratisan dikampus. Tanpa biaya kita bisa melihat semua ragam jenis mahluk halus dan kasar dikampus (mahasiswa). Misalnya hari ini perguruan tinggi hanya sebagai tempat promosi dan pamer Harta kekayaan. Mobil, Handphone, Perhiasaan, Pakaian dan lain-lain. Semua Bentuk barang baru bisa dijumpai dikampus. Yang lebih hebat lagi Dengan bangganya kita memamerkan barang barang-barang yang diproduksi oleh kaum Kapitalis Humanis. Kampus dijadikan sebagai ajang untuk menunjukan harta kekayaan yang dimilki. Memamerkan segala yang dmiliki termasuk harga diri juga di pamerkan disana. Bagi yang gak punya biaya atau tempat nonton gratis bisa datang aja kekampus terdekat. Agar bisa menikmati tontonan gratis.
Belajar yang sesungguhnya seperti apa sich? Apakah kita hanya diajarkan bagaimana untuk mengejar untuk mendapatkan nilai A dengan mengahalalkan segalah cara. Apakah kita hanya diajarkan hanya untuk mengerjakan laporan praktikum bermalam-malam, Apakah dengan seenaknya dosen kita hanya mampu mengajarkan dan memperkerjakan membuat tugas yang banyak untuk mengejar waktu. Terkadang laporan itu tidak dikoreksi sama sekali, hanya dijadikan sebagai bungkus gorengan. Dosen yang tercinta kita tidak lagi mengajak kita untuk berpikir besar,!!! mereka hanya mengajarkan bagaimana untuk menjadi para mahasiswa yang hanya membesarkan “otot bukan membesarkan otak”, mahasiswa hanya dipersiapkan untuk menjadi para pekerja-pekerja yang handal ketika tamat kuliah. Mahasiswa dijadikan manusia yang hannya siap untuk menjadi mahluk-mahluk tipe para pencari pekerja yang bermodalkan ijaza yang fiktip dan penuh dengan kedustaan. Nilai yang tertera ditranskrip nilai adalah hasil perjuangan mencontoh dan menyontek, Kampus kebanyakan memberikan bekal kepada seorang sarjana yang kemudian dibesarkan dengan cara-cara yang tidak sehat. Sehingga lahirla para sarjana Premature. Mahasiswa yang dajarkan bagaimana cara menyontek yang baik. Lalu kemudian mahasiswa di dilatih menjadi para mesin-mesin yang siap lembur 24 jam atau lebih.
Dibilik lain mahasiswa terkadang juga tak punya tempat lagi untuk mengasah katajaman intelektualnya. Bagaimana tidak jika sang dosen tercinta yang lebih sibuk untuk menjadi Hunter Rupiah.bermental bisnis sehingga kasian sekali dengan mahasiswa yang harus ditinggalkan karena kesibukan diluar kampus. Sehingga kewajiban mengajar pun tak lagi diindahkan. Jika proyek dluar gak subur lagi maka bisa jadi mahasiswa juga bisa dijadikan mesin bisnis. Imbas lain dari kondisi ini bahan pembicaraan dan diskusi mahsiswa tidak jauh meperdebat maslah-maslah yang tidak begitu penting dibicarakan oleh kaum intelektual. Diskusi dikampus hari ini hanya di ramekin dengan dengan pembicaraan seputar merek barang baru (motor, mobil, handphone), masalah putus cintah, pacar. Sungguh tak berbobot di kalangan intelektual membicrakan msala itu.
Jika kondisinya seperti itu maka kadang timbul tanda ”Tanya Mau dibawa kemana bangsa ini oleh anak-anak bangsa ?”. ketika membaca lagi jerman Teringat ketika kekejaman nazi dengan diktatornya seorang Hitler membantai jutaan masyarakatnya. Kemudian sejarah Indonesia 300 tahun colonial belanda menjajah bangsa Indonesia, Kampus sering diistilahkan sebagai Miniature bangsa. Awalnya kita melihat sebuah kebrobrokan bangsa ini adalah keselahan yang dilakukan oleh pelaku Negara, kampus yang semestinya adalah bagaimana mengajarkan dan menjalankan konsep-konsep yang ideal. yang tidak hanya berbicara tentang teori belaka tapi sinkronisasi antara teori dan praktek yang sesungguhnya. Tapi sekarang semua itu jauh dari harapan dan kenyataan. Hari ini kampus hanya menjadi tempat bertumpukan ilmu dalam gudang. Tempat kaum yang hanya bisa Berteori ria berpikir sok idealis dan sempurna, padahal sesungguhnya mereka sebagian besar para praktikum-praktikum yang jauh dari apa yang mereka ajarkan. Mereka yang menggaungkan konsep kemerdekaan manusia tapi malah sebaliknya praktek kekejaman dan penjajajahn di dunia banyak sekali di praktekan di pendidikan. Bagaimana tidak mereka mengajarkan dan memaksakan kepada mahasiswa hanya untuk menjalankan apa yang mereka kehendaki. Memberikan tugas dengan seenaknya tanpa berpikir apa tugas ini penting atau tidak. Masuk kuliah dengan mengatur waktu sekehendak mereka tanpa memperhatikan kondisi mahasiswa. jual beli buku, jual beli nilai pun menjadi lumrah. Dahulu para colonial menggunakan senjata dan tangan besinya untuk membredel masyarakat. Ternyata dosen juga punya senjata yang ampuh untuk menjajah mahasiswa. Senjatnya adalah nilai. Dengan nilai meraka mengotak atik mahasiswa yang berpikir kritis. Merdam jiwa perlawanan. Tidak memeberikan arti kebebasan untuk berpikir. Misalnya ada kebijakan kampus yang tidak berpihak kemahasiswa ketika ada yang mencoba untuk menetang maka senjata sang dosen adalah dengan ancaman nilai. Inilah bentuk-bentuk praktek-praktek penjajahan didunia pendidikan dizaman kontemporer.
Jika rusaknya generasi muda sekarang maka tunggula kehancuran Negara ini, sadar-tidak sadar bahwa kita la yang akan menyambut estapet negeri ini kedepan. Setiap tahun perguruan tinggi dinegeri ini meluluskan mahasiswa seribu orang. Jika dikalkulasikan maka seribu orang inilah yang akan berkompetisi utuk mencari kerja. Ada sisi lain yang juga merupakan menghilangkan orientasi mahasiswa sekarang. Pertama masuk kampus di perkenalkan dengan penyimpangan-penyimpangan sosial. Kegiatan ospek yang tak memanusiakan manusia, lucu sekali jika kita lihat di zaman sekarang seorang calon intelektual ketika masuk ke kampus lalu kemudian dperkenalkan dengan bentuk kekerasan. Penjajahan mental, penindasan, penganiayaan yang semua itu diajarakan dan diwariskan turun menurun oleh sang senior. Sempat terlintas juga kok calon intelektual disambut dengan kekerasaan. Apa kegiatan ini mempersiapakan para preman-preman yang bertopeng intelektual ya!! Padahal tak ada satu kajian keilmuan pun yang mengatakan ada proses pencerdasan dengan ospek gaya para kanibal. Atau mungkin bisa juga dinamakan senior kayak gini bisa juga dinamakan kanibal kampus. Karena kerjanya menyusahkan para mahasiswa baru dengan alasan penyesuaian dan pengenalan kampus. Tak ada nilai-nilai intelektual sama sekali yang ada hanya pembodohan terstruktural. Mereka semua mengkemas praktek-praktek premanisme itu dengan kegiatan yang dbungkus dengan Keakraban, Kemah bakti sosail dan Sejenisnya.
Wajar jika setelah dikampus mahasiswa baru ini menjadi kehilangan orientasi siapa dirinya sesungguhnya. Apa mereka punya kewajibanya terhadap orang tua, bangsa dan negaranya.
Begitu banyak bentuk penyimpangan social didunia kampus hari ini. Sistem SKS yang yang begitu ketat, Laporan Praktikum yang menumpuk, tugas yang Bejubel. Ternyata kesemua itu telah mengubah pola hidup mahasiswa secara tidak langsung. Kesibukan membuat laporan yang terkadang sangat susa sekali bagi mereka untuk membedakan mana siang dan malam. Demi perjuangan untuk mendpatkan nilai dari sang dosen yang tercinta, kemudian memaksa mahasiswa untuk membuat laporan praktikum yang setinggi gunung. Waktu 24 jam terkadang dirasa kurang untuk semua itu. Kita tidak sadar bahwa terkadang kita telah menghilangkan sisi kemanusiaan dilingkuangan kita. Sehingga gara-gara laporan dan kesibukan tugas kuliah yang yang begitu banyak membuat muka kita seperti pejilid laporan, tugas praktikum memecahkan rumus-rumus yang tak pernah dipakai ketika dalam kehidupan kita. Kesibukan inilah demi mencari aman untuk dapat nilai yang bagus. Akhirnya telah memupuk sikap individualime mahasiswa. Bagaimana tidak mereka tak punya waktu dan ksesmpatan untuk kemudian berinteraksi dengan lingkungan karena harus mengejar menyelesaikan laporan tersebut. Mereka melupakan bahwa sesungguhnya mereka berada hidup dilingkungan masyarakat. Sungguh menyedihkan para calon pemimpin bangsa ini mempunyai jiwa individualimse. Yang menjauhkan mereka pada sisi-sisi kehidupan bermasyarakat. Sikap individualisme ternyata juga telah menghilangkan daya intelektual,kritis dan kepekaan social/sense of social terhadap lingkunga. Masyarakat diluar sana menantikan gerakan moral dari mahasiswa. Mereka lupa bahwa kedzaliman dan ketidak adilan telah merajalelah diluar sana. Siapa lagi yang akan memperhatikan nasib bangsa ini. Mengapa kemiskinan, korupsi dan ketidak adilan merajalela di negeri ini karena memang orang-orang baik hanya berdiam diri saja. Maka Mereposisi peran dan fungsi kampus sebagai basis keilmuan dan teladan praktek social adalah sebuah keharusan.
Percepatan pembangunan tidak akan lepas dari pengaruh pendidikan. Kemajuan bangsa ini maka posisi startegis bahwa perguruan tinggi ada didalamnya. Menjadikan perguruan tinggi sebagai pusat perdaban, artinya semua aspek pembangunan merupakan tanggung jawab perguruan tinggi. Bagaimana perguruan tinggi mestinya dapat menjadi pijakan awal terhadap teori-teori pembangunan. Di lain hal perguruan tinggi akan menjadi lebih bermakna ketika di hadirkan sebagai pondasi yang mengkaji dan mengahsilkan data akurat yang dapat dipergunakan dalam upaya percepatan pembangunan. Tapi semua itu sekarang menjadi lemah dan jauh sekali. Sudah kewajiaban perguruan tinggi untuk mejadi garda terdepan sebagai lembaga solutif atas semua permasalahan yang ada. Lalu kemudian peran perguruan tinggi selain sebagai pusat pendidikan tapi juga perguruan tinggi memiliki peran yang lebih. Agar mewujudkan Tri Darma perguruan tinggi yang bergarak sebagai lembaga pengakajian, penalaran, pengabdian. Kondisi ini bisa menjadi bahan pebincangan ilmiah dikalangan disemua kalangan lapisan masyarakat. Terutama pemerintah dan pihak perguruan tinggi itu sendiri. agar mengembalikan peran dan fungsi perguruan tinggi yang sesungguhnya.
0 komentar:
Posting Komentar